Pasca Tax Amnesty, Sengketa Pajak Kembali Meningkat
Tren jumlah sengketa pajak yang masuk ke pengadilan kembali meningkat, setalah pada tahun 2016 dan 2017 mengalami penurunan. Berdasarkan data pengadilan pajak, jumlah perkara yang masuk pada tahun 2018 mencapai 11.436 sengketa, atau tumbuh 19,4% dari tahun 2017.
Dari jumlah tersebut yang terkait dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebanyak 7.813 sengketa, Direktorat Jenderal bea dan Cukai (DJBC) 3.574 sengketa dan yang terkait Pemerintah Daerah (Pemda) 49 sengketa. Khusus untuk sengketa terkait DJP tahun 2018 tumbuh 40,7% dari tahun 2017.
Sementara jumlah sengketa pada tahun 2017 dan 2016 turun 19,6% dan 5,7%, hal tersebut bersamaan dengan berlangsungnya program pengampunan pajak atau tax amnesty. Adapun, sebelum program tax amnesty jumlah sengketa selalu naik, misalnya tahun 2014 dan 2015 yang tumbuh 29,2% dan 16,4% dari tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Kejar Penerimaan, Wajib Pajak Potensial Jadi Target Pemeriksaan
Pertumbuhan jumlah sengketa yang masuk di tahun 2018 tidak sebanding dengan kemampuan pengadilan pajak untuk menyelesaikannya. Hal itu terlihat dari rasio penyelesaian sengketa tahun 2018 yang hanya 87,12% atau sebanyak 9.963 sengketa.
Rasio tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2013 hingga 2015 yang berturut-turut tercatat 87,83%, 82,02% dan 71,49%. Adapun jumlah sengketa yang mampu diselesaikan pengadilan pajak pada tahun 2013 sebanyak 7.377, tahun 2014 8.900 dan 2015 sebanyak 9.028 sengketa.
Baca Juga: Fiskus Siapkan 8 Alternatif Hitung Omzet Wajib Pajak
Bandingkan dengan rasio penyelesaian sengketa di tahun 2016 dan 2017 yang mencapai 126,58% dan 117,25%. Artinya jumlah sengketa yang berhasil di selesaikan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang masuk.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meningkatnya jumlah sengketa yang masuk ke pengadilan di pengaruhi oleh dua faktor. Pertama, karena masalah kualitas pemeriksaan yang menimbulkan banyaknya sengketa yang berakhir di pengadilan.
Kedua, wajib pajak dianggap sering tidak memberikan data ketika dilakukan pemeriksaan, sehingga pemeriksaan terkesan kurang kuat. Dalam proses pemeriksaan data menjadi sesuatu yang sangat krusial. Sebab, sengketa yang masuk ke pengadilan umunya terkait dengan pembuktian. (ASP)