Pelaksanaan Aturan Penggunaan NIK Pengganti NPWP Bisa Dievaluasi Ditjen Pajak
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak membuka peluang untuk mengevaluasi penerapan Perdirjen Nomor 31/ PJ/2017 terutama mengenai kewajiban pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam faktur pajak elektronik bagi pembeli yang tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Arif Yanuar mengatakan, sebenarnya aturan tersebut diterapkan untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak, dengan adanya kewajiban pencantuman NIK, WP yang sebelumnya belum terjangkau dalam sistem perpajakan bisa masuk dan membayar pajak.
Meski demikian, pemerintah tak mau menutup mata serta memaksakan kebijakan itu diterapkan jika ke depan pelaksanaannya ada dinamika, termasuk respons negatif dari para pembeli yang sebenarnya wajib mencantumkan NIK tersebut,
otoritas pajak akan meninjau atau menyesuaikannya supaya tak terlalu memberatkan wajib pajak. “Ini kan sebenarnya terbuka, nanti kami akan melihatnya seperti apa, ya silakan saja kami akan melihat dinamikanya,” kata Arif kepada Bisnis, Selasa (6/3).
Jika dirunut, lanjut Arif, telah beberapa kali melakukan relaksasi berupa penundaan pelaksanaan kebijakan tersebut sejak tahun lalu. Namun dengan situasi saat ini tak menutup kemungkinan, evaluasi akan dilakukan dengan melihat baik sisi kesiapan sistem di internal otoritas pajak maupun kesiapan bagi wajib pajak. “Dalam pemahaman kita, aturan ini diberikan kepada pembeli yang bukan konsumen terakhir, kami tentu saja akan melihat wajib pajak, nanti seperti apa,” katanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, sebagian kalangan pengusaha mengaku keberatan dengan skema baru terkait faktur pajak elektronik. Selain karena waktu yang berdekatan dengan kewajiban perpajakan lainnya, kebijakan itu juga akan memengaruhi alur baik pajak keluaran maupun masukan. Pasalnya, jika seorang pengusaha kena pajak (PKP) tak mencantumkan NIK, faktur yang dikeluarkan tak akan diakui.
Insentif
Adapun, selain mengejar kepatuhan wajib pajak (WP) dengan implementasi beberapa regulasi yang diterbitkan akhir-akhir ini, pemerintah diminta memikirkan insentif bagi pelaku usaha khususnya Industri Kecil dan Menengah (IKM). Insentif itu diperlukan supaya mereka bisa bertahan dari regulasi perpajakan yang makin kompleks.
Aturan mengenai Perdirjen No. 31/ PJ/2017 yang salah satunya mewajibkan pembeli yang tak memiliki NPWP untuk mencantumkan NIK sebenarnya memiliki tujuan yang baik untuk mendorong pemerataan kewajiban pajak.
Namun demikian, jika merunut aturan yang berada di atasnya, ketentuan ini memiliki posisi yang lemah secara hukum. Pasalnya, ketentuan mengenai syarat faktur pajak sudah diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pasal itu menjelaskan bahwa keterangan yang wajib dicantumkan dalam faktur pajak mencakup nama alamat dan NPWP penjual sebagai pihak yang menyerahkan dana nama (termasuk NPWP) pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Ketentuan itu juga mengatur mengenai jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga hingga nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
“Namun satu catatan saya, perihal faktur pajak syarat dan ketentuannya sudah jelas tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN,” kata Ajib Hamdani dari Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center kepada Bisnis, Senin (5/3).
Artinya, jika otoritas pajak ingin mewajibkan pencantuman NIK untuk pembeli yang tidak memiliki NPWP, seharusnya undang-undangnya diubah dahulu, ditambahkan syarat NIK. Bagi dia, konteks kebijakan pajak, seharusnya menjadi stimulus bagi perekonomian. Proses administrasi pajak yang mudah dan gamblang dibutuhkan, selain bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak, hal itu juga bisa menjadi insentif bagi pelaku usaha.
Bisnis Indonesia