Menghitung Pajak atas Buyback Saham Treasury
Buyback saham merupakan salah satu aksi korporasi berupa pembelian kembali saham suatu perusahaan yang telah dikuasai publik atau treasury stock. Aksi korporasi ini dapat dilakukan terhadap sebagian dari saham yang beredar atau bahkan seluruh saham yang telah diterbitkan ke publik.
Ada beragam alasan mengapa suatu emiten melakukan buyback saham. Salah satunya adalah untuk mengantisipasi jatuhnya harga saham. Kondisi ini lumrah dilakukan saat kondisi ekonomi memburuk atau terjadi penurunan kinerja.
Dengan melakukan buyback diharapkan jumlah saham yang beredar di masyarakat berkurang. Ketika jumlah saham beredar semakin sedikit dan permintaan tetap, secara teori akan meningkatkan harga jualnya.
Baca Juga: Sambut IPO Emiten Kopi, Yuk Pahami Aturan Pajak Trading Saham!
Kemudian, setelah kondisi perusahaan sudah stabil dan harga saham sudah naik kembali, saham tersebut dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi, sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan modal (capital gain).
Bahkan, pada saat pandemi Covid-19 di tahun 2020, pemerintah memberikan fasilitas insentif berupa pengurangan tarif PPh Badan sebesar 3% bagi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia jika melakukan buyback saham.
Ketentuan tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) 29 Tahun 2020. Tujuannya, untuk menjaga stabilitas pasar saham. Hanya saja, ketentuan itu berlaku hingga Tahun Pajak 2022.
Ketentuan dan Metode Buyback Saham
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, saham yang telah dibeli kembali melalui program buyback tidak boleh dimiliki oleh perusahaan untuk selamanya.
Namun, ada batasan waktu yang harus dipatuhi, yaitu minimal dalam jangka waktu tiga tahun setelah pelaksanaan buyback, saham-saham yang telah dibeli kembali tersebut harus diterbitkan dan diedarkan kembali ke publik.
Baca Juga: Di Musim RUPS, Investor Saham Wajib Paham: Dividen Bukan Objek Pajak
Ketentuan Buyback Saham
Selain itu, berikut beberapa ketentuan lain terkait buyback saham:
- Perusahaan boleh melakukan buyback asalkan jumlah kekayaan bersih tidak berada di bawah modal ditempatkan ditambah cadangan wajib yang harus disisihkan.
- Total nilai nominal saham yang dibeli kembali, digadaikan, atau dijaminkan tidak boleh lebih dari 10% modal ditempatkan, kecuali diatur lain di peraturan pasar modal.
- Saham yang sudah dibeli kembali hanya bisa dialihkan jika disetujui RUPS, kecuali ada aturan khusus di bidang pasar modal.
- Keputusan RUPS untuk pengalihan saham tersebut sah kalau memenuhi syarat kuorum dan persetujuan jumlah suara sebagaimana aturan perubahan anggaran dasar.
Metode Buyback Saham
Ada dua metode yang dapat dipergunakan dalam buyback saham, yaitu melalui tender offer atau penawaran pembelian terbatas dan pembelian di pasar terbuka (open market).
1. Tender Offer (Penawaran Pembelian Terbatas)
Tender offer dikenal sebagai penawaran pembelian terbatas. Melalui metode ini, perusahaan menawarkan kepada para pemegang saham untuk menjual kembali saham-saham mereka dengan harga tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
Harga yang ditawarkan ini biasanya lebih tinggi dari harga saham di pasar pada saat itu sehingga menjadi daya tarik utama bagi para pemegang saham untuk menjual saham mereka.
Penawaran ini berlaku dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan. Kemudian setiap pemegang saham memiliki kebebasan untuk memilih apakah akan menjual sebagian dari kepemilikan mereka, menjual seluruh kepemilikan atau tidak menjual sama sekali.
2. Pembelian di Pasar Terbuka (Open Market)
Dalam metode open market, buyback dilakukan secara bertahap melalui transaksi langsung di bursa saham, dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh investor biasa.
Perusahaan dapat menggunakan berbagai sumber dana untuk mendanai pembelian ini, seperti dana internal yang dimiliki perusahaan, pinjaman dari bank, atau hasil dari operasional bisnis sehari-hari.
Aspek Pajak Buyback Saham
Ada beberapa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi atas transaksi buyback saham, seperti pengenaan Pajak Penghasilan (PPh), pengakuan biaya yang timbul, serta pelaporannya di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.
PPh atas Buyback
Dalam konteks pajak, transaksi atas saham termasuk objek PPh sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Adapun besaran tarifnya tergantung siapa yang memiliki saham tersebut, apakah pemegang saham pendiri (founder shares), pemegang saham bukan pendiri (investor), atau penjualan saham di bursa efek.
Pengenaan PPh atas buyback saham dilakukan melalui pemotongan yang dilakukan perusahaan.
1. Investor
Untuk transaksi saham oleh bukan pemegang saham pendiri dikenakan tarif PPh Final 0,1% dari nilai bruto saham.
Contoh:
Nilai transaksi = 1 juta lembar × Rp8.000 = Rp8 miliar
PPh terutang = 0,1% × Rp8 miliar = Rp8 juta
Uang yang diterima investor = Rp8 miliar – Rp8 juta = Rp7,992 miliar
Modal awal = 1 juta lembar × Rp6.000 = Rp6 miliar
Hasil setelah pajak = Rp7,992 miliar
Untung bersih = Rp1,992 miliar
2. Founder Shares
Untuk transaksi saham oleh pemegang saham pendiri dikenakan tambahan tarif PPh Final 0,5% dari nilai bruto saham, sehingga tarif total menjadi 0,6%.
Contoh:
Nilai transaksi = 10 juta lembar × Rp8.000 = Rp80 miliar
PPh terutang = 0,6% × Rp80 miliar = Rp480 juta
Uang yang diterima pendiri = Rp79,52 miliar
3. Penjualan Saham di Bursa Efek
Transaksi saham di bursa efek juga dikenakan PPh Final 0,1% dari nilai bruto. Hal ini sesuai Pasal 244 PMK No. 81 Tahun 2024.
Contoh:
Nilai transaksi = 5 juta lembar × Rp8.000 = Rp40 miliar
PPh terutang = 0,1% × Rp40 miliar = Rp40 juta
Pajak ini dipotong otomatis oleh perusahaan sekuritas sebelum uang masuk ke rekening investor.
Pengakuan Biaya Buyback Saham dan Pelaporan SPT
Perusahaan juga perlu memperhatikan bahwa setiap biaya yang ditimbulkan dalam melakukan buyback saham tidak dapat dikurangkan dalam biaya fiskal (non-deductible).
Pasalnya, buyback saham menggunakan dana yang berasal dari laba ditahan atau cadangan laba, sehingga tidak mengurangi Penghasilan Kena Pajak (PKP) perusahaan.
Kemudian perusahaan juga wajib melaporkan pemotongan PPh Final atas buyback saham tersebut di dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Selain itu, aksi korporasi berupa buyback ini juga akan memengaruhi posisi atau struktur kepemilikan saham. Pasalnya, langkah ini akan mengurangi jumlah saham yang beredar di publik.
Hal itu akan berdampak pada data yang harus disampaikan dalam SPT Tahunan perusahaan, khususnya pada laporan daftar pemegang saham dan jumlah saham disetor. (NZR/ASP/SYF)