Opinion

Ketika Laporan Keuangan Komersial Terdampak Pajak Minimum Global

Zulhanief Matsani,

Ketika Laporan Keuangan Komersial Terdampak Pajak Minimum Global

Ketentuan pajak minimum global (Global Minimum Tax/GMT) tak hanya terkait kepatuhan pajak saja semata. Regulasi yang mengacu pada kesepakatan antar negara itu, juga berdampak pada kewajiban perusahaan dalam menyusun laporan keuangan komersial.

Pasalnya, selain diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2025, juga diatur di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sebuah pedoman standar yang berlaku di Indonesia, untuk menyusun laporan keuangan perusahaan. Tepatnya, pada amandemen PSAK 212 tentang Pajak Penghasilan (PPh). 

Sejatinya, dengan GMT setiap negara tidak dapat mengenakan tarif pajak kurang dari 15%, pada perusahaan multinasional tertentu. Jika tidak, maka perusahaan tersebut akan dikenakan tarif pajak tambahan oleh negara yang menerapkan GMT. 

Indonesia adalah salah satu negara yang sudah meratifikasinya lewat PMK 136/2025 tadi. Bahkan beleid ini sudah mendapatkan status Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT) oleh OECD. 

Baca Juga: Indonesia Resmi Raih Status Qualified Pajak Minimum Global, Ini Implikasinya!

Tentang Amandemen PSAK 212

PSAK 212 merupakan pedoman akuntansi keuangan khusus terkait dengan Pajak Penghasilan. Pedoman ini telah mengalami empat kali amandemen atau perubahan. 

Dalam perubahan keempatnya, pada 1 Desember 2023 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mulai memasukankkan tentang reformasi pajak internasional. Khususnya, ketentuan Pilar Dua terkait Global Anti-Base Erosion (GloBE) Rules 15%.

Pengadopsian ketentuan Pilar Dua ini juga dilakukan agar PSAK bisa selaras dengan International Accounting Standard (IAS) yang turut melakukan adjustment dengan GMT. Secara spesifik hal tersebut tertuang di dalam IAS 12.

Menurut PSAK 212, jika perusahaan multinasional baik anggota maupun induk entitas grup telah memenuhi threshold GMT, harus mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan. Pengungkapan tersebut berupa pernyataan, bahwa perusahaan masuk dalam cakupan perusahaan yang tercakup dalam GMT atau tidak tercakup GMT. 

Selain harus mengungkapkan soal ketercakupan, perusahaan juga harus mengungkapkan besarnya dampak penerapan Pilar Dua tersebut secara nominal bagi perusahaan. Misalnya, jika perusahaan setelah dihitung memiliki tarif pajak efektif (Efektive Tax Rate/ETR) kurang dari 15%, maka terdapat ketentuan untuk mencatatkan provisi atau pencadangan berapa pajak tambahan (top-up tax) yang perlu dibayarkan. 

Baca Juga: Memahami DMTT, Pajak Tambahan GloBE Rules  yang Untungkan Indonesia

Implementasi Lebih Awal

Menariknya, meskipun penyusunan PSAK 212 ini agar relevan dengan ketentuan GMT, tetapi implementasinya justru lebih awal dibandingkan ketentuan GMT di Indonesia. 

Beberapa perusahaan di Indonesia bahkan telah mengungkapkan apakah tercakup GMT atau tidak sejak pembukuan tahun 2024.  Padahal ketentuan GMT baru berlaku untuk korporasi di Indonesia pada 2025.

Tantangannya sekarang, bagi perusahaan yang tercakup di dalam ketentuan GMT selain harus mengungkapkan, juga harus mulai menghitung potensi top-up tax di dalam laporan keuangan audited-nya.

Sebagai catatan, batas waktu pembayaran top-up tax masih 12 bulan setelah tutup buku dan batas pelaporan SPT pajak minimum global. Adapun untuk tahun pertama, batas waktu pelaporan SPT GMT yaitu 18 bulan setelah tutup buku.

Ketentuan Pengungkapan dalam PSAK 212

Amandemen PSAK 212 tidak hanya menegaskan bahwa perusahaan multinasional harus mengungkapkan ketercakupan dalam rezim GMT, tetapi juga memberikan panduan rinci mengenai bagaimana informasi terkait Pajak Penghasilan Pilar Dua harus dicatat dan disajikan dalam laporan keuangan.

PSAK ini berlaku untuk pajak penghasilan yang timbul dari undang-undang perpajakan yang ditetapkan, atau secara substantif telah ditetapkan, untuk menerapkan ketentuan model Pilar Dua yang diterbitkan oleh OECD. Termasuk di dalamnya peraturan pajak yang mengatur QDMTT, yang dalam PSAK disebut sebagai Peraturan Pilar Dua dan Pajak Penghasilan Pilar Dua.

Baca Juga: Panduan Penyesuaian dalam Menghitung Laba atau Rugi GloBE, sesuai PMK 136/2024

Namun, sebagai pengecualian, entitas tidak diwajibkan mengakui atau mengungkapkan aset maupun liabilitas pajak tangguhan yang terkait dengan Pajak Penghasilan Pilar Dua. Sebagai gantinya, perusahaan diwajibkan melakukan beberapa bentuk pengungkapan berikut:

  1. Penerapan pengecualian

Entitas harus menyatakan secara eksplisit bahwa mereka menerapkan pengecualian atas pengakuan dan pengungkapan aset serta liabilitas pajak tangguhan terkait Pajak Penghasilan Pilar Dua (Paragraf 88A).

  1. Pengungkapan beban pajak kini

Beban atau penghasilan pajak kini yang timbul dari Pajak Penghasilan Pilar Dua harus diungkapkan secara terpisah (Paragraf 88B).

  1. Eksposur terhadap Pilar Dua

Pada periode di mana undang-undang Pilar Dua sudah ditetapkan tetapi belum efektif, entitas wajib menyampaikan informasi kualitatif maupun kuantitatif yang dapat membantu pengguna laporan keuangan memahami eksposur perusahaan terhadap ketentuan tersebut (Paragraf 88C).

  1. Bentuk informasi yang fleksibel

Informasi yang disajikan tidak harus sepenuhnya mencerminkan persyaratan detail dari undang-undang Pilar Dua. Perusahaan bisa memberikan estimasi dalam bentuk kisaran indikatif. Jika informasi belum tersedia atau sulit diestimasi secara wajar, perusahaan wajib mengungkapkan pernyataan mengenai hal tersebut serta menjelaskan kemajuan yang telah dilakukan dalam menilai eksposurnya (Paragraf 88D).

Dengan ketentuan ini, laporan keuangan tidak hanya berfungsi sebagai dokumen administratif, tetapi juga menjadi instrumen transparansi untuk menunjukkan kesiapan perusahaan menghadapi implikasi Pajak Minimum Global.

Kesimpulan

Penerapan Pajak Minimum Global (GMT) telah menempatkan laporan keuangan komersial sebagai instrumen penting dalam memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi perpajakan internasional. 

Dengan adanya amandemen PSAK 212 yang secara eksplisit mengatur kewajiban pengungkapan terkait Pilar Dua, perusahaan tidak bisa lagi memandang enteng aspek pelaporan keuangan dalam konteks GMT.

Oleh karena itu, perusahaan multinasional perlu menyiapkan beberapa langkah strategis, antara lain:

  • Melakukan pemetaan ketercakupan GMT untuk memastikan apakah perusahaan termasuk entitas yang terkena ketentuan tarif pajak minimum global.
  • Menyesuaikan sistem akuntansi dan pelaporan agar mampu menghasilkan informasi yang transparan dan sesuai dengan standar PSAK 212 maupun IAS 12.
  • Menghitung potensi top-up tax secara lebih dini, sehingga dapat diantisipasi dalam laporan keuangan yang diaudit, serta tidak menimbulkan kejutan beban pajak di kemudian hari.
  • Meningkatkan koordinasi antara tim pajak dan tim keuangan, khususnya dalam menyusun catatan atas laporan keuangan terkait ketercakupan GMT dan estimasi dampaknya.
  • Memanfaatkan teknologi dan konsultasi profesional, baik dalam aspek akuntansi maupun perpajakan, agar proses transisi menuju kepatuhan GMT berjalan lebih efisien.

Dengan langkah-langkah tersebut, perusahaan tidak hanya mampu memenuhi kewajiban formal sesuai PMK 136/2025 dan PSAK 212, tetapi juga dapat menjaga kredibilitas di mata auditor, regulator, dan investor. 

Pada akhirnya, kesiapan dalam menyusun laporan keuangan sesuai ketentuan GMT akan menjadi penentu seberapa kuat perusahaan mampu bersaing di pasar global yang semakin transparan. (ASP)

Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.

Integrity & Responsibility

Good Corporate Citizenship

Whistleblowing

Privacy Policy


© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru