Aturan Kredit Pajak Luar Negeri Disimplifikasi
JAKARTA. Ditjen Pajak akan berupaya mempermudah dan menyederhanakan peraturan terkait kredit pajak luar negeri, dalam rangka menjaga momentum peningkatan kepatuhan wajib pajak (WP).
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan, pihaknya sedang berusaha membuat peraturan yang lebih pro terhadap dunia usaha.
"Jadi kita berikan kemudahan, simplicity, dan kepastian," katanya kepada Bisnis, di Jakarta, Rabu (18/4).
Dalam mewujudkan hal tersebut, kata John, pihaknya akan lebih sering menjalin komunikasi dan koordinasi yang lebih baik dengan seluruh pemangku kepentingan.
Seorang konsultan yang enggan disebutkan namanya mengatakan, dirinya mengapresiasi langkah DJP yang sudah mulai membuka diri dan mau mendengar masukan dari berbagai pihak.
"DJP sudah bagus mau mengajak koordinasi, hanya saja koordinasi harusnya dilakukan sebelum membuat peraturan, bukan setelahnya" imbuhnya.
Kemarin, Ditjen Pajak bersama para konsultan pajak mengadakan rapat tertutup dengan para pemangku kepentingan terkait rancangan revisi PMK tentang kredit pajak luar negeri, PMK No.169/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal untuk Keperluan Pajak, dan rancangan PMK tentang Mandatory Disclosure Rules.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyambut baik upaya Ditjen Pajak yang akan melakukan simplifikasi aturan mengenai aturan terkait kredit pajak luar negeri. "Jadi, bagus ya pembahasan tentang kredit luar negeri, mereka akan membuat aturan ini lebih simple," kata Sekretaris Jendral IAI Kompartemen Akuntan Pajak Permana kepada Bisnis, Rabu (18/4).
Dia mengatakan, Ditjen Pajak akan mengurangi jumlah dokumen yang harus disertakan dalam pembuktian penghasilan dari luar negeri.
Adapun, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002, yang berlaku saat ini, ada beberapa dokumen yang harus disertakan dalam proses pengkreditan pajak luar negeri, yakni laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri, fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan dokumen pembayaran pajak di luar negeri. "Mungkin nanti cuma dokumen pembayaran pajaknya saja," imbuhnya.
Selain itu, jelas Permana, masih banyak keluhan dari wajib pajak dalam negeri yang mempunyai penghasilan dari luar negeri. "Misalnya, pasca amnesti pajak, kan ada tuh keluhan individual yang mengakui trust ," katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, aturan mengenai trust tersebut masih belum rampung, sehingga menyulitkan WP dalam negeri untuk mengkreditkan penghasilannya. Padahal, otoritas pajak Indonesia menganut aliran worldwide income, di mana pemerintah harus benar-benar perhatian agar penghasilan tidak terkena double taxation.
Sebenarnya, kata Permana, seluruh pendapatan yang dapat dikreditkan sudah tercantum dalam PPh pasal 24, sehingga hanya perlu simplifikasi dalam aplikasinya.
Bisnis Indonesia