News

Trump Ancam Beri Tambahan Tarif, Pajak Digital Makin Kompleks



Trump Ancam Beri Tambahan Tarif, Pajak Digital Makin Kompleks

JAKARTA. Wacana pemajakan ekonomi digital kembali jadi sorotan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan ancaman baru. Trump menegaskan bahwa negara-negara yang memberlakukan pajak digital akan berhadapan dengan tarif tambahan untuk barang ekspor mereka ke Negeri Paman Sam.

“Dengan ini, saya menegaskan kepada semua negara dengan pajak digital, Undang-Undang, Aturan, atau Regulasi, bahwa kecuali tindakan diskriminatif ini dihapuskan, saya sebagai Presiden AS akan mengenakan tarif tambahan yang substansial atas ekspor negara tersebut ke AS, serta membatasi ekspor teknologi dan chip berstandar tinggi milik kami,” tulis Trump lewat media sosialnya, Selasa (26/8), dikutip dari Reuters.

Ancaman ini datang tidak lama setelah AS resmi menarik diri dari kesepakatan pajak minimum global. Padahal, kebijakan tarif impor resiprokal yang digagas Trump baru saja berlaku awal bulan ini.

Indonesia sendiri sempat menegosiasikan tarif tersebut sehingga bea masuk produk RI turun dari 32% menjadi 19%. Namun, ancaman terbaru Trump menambah ketidakpastian, apalagi pajak digital banyak menyasar perusahaan teknologi asal AS seperti Google, Meta, Apple, dan Amazon.

Dikutip dari bisnis.com upaya memajaki sektor digital sebenarnya bukan hal baru. Sejumlah negara, termasuk anggota OECD, sudah sejak lama membahas skema pajak digital melalui Inclusive Framework Base Erosion and Profit Shifting (IF BEPS). Namun, langkah ini kerap terhambat oleh sikap AS yang melihat kebijakan pajak digital sebagai bentuk diskriminasi terhadap perusahaan mereka.

Di Eropa, misalnya, penerapan pajak atas pendapatan raksasa teknologi sudah lama memicu ketegangan dagang dengan Washington.

Penguatan Regulasi 

Meski situasi global bergejolak, Indonesia tetap melanjutkan penguatan regulasi perpajakan digital. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan, Yon Arsal, menjelaskan bahwa perubahan struktur ekonomi yang makin digital tidak bisa diabaikan.

“Kita melihat peluang dari ekonomi digital yang sangat besar, maka untuk meningkatkan kepatuhan dan memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak, kita coba menjelajah juga ke daerah perpajakan digital,” kata Yon dalam diskusi ISEI Jakarta, Selasa (26/8) seperti dikutip dari bisnis.com.

Menurut Yon, ada tiga langkah utama yang sudah ditempuh pemerintah:

  • Pajak digital berbasis pemotongan otomatis (PMK No. 37/2025). Mekanisme ini memudahkan pelaku usaha, terutama UMKM, karena tidak perlu lagi menghitung dan menyetor pajak secara manual.
  • Penyesuaian pajak kripto (PMK No. 50/2025). Kini kripto dikenakan PPh 0,21% untuk transaksi di dalam negeri dan 1% di luar negeri, sementara PPN dihapus karena kripto diperlakukan seperti instrumen keuangan lain.
  • Penerapan pajak minimum global (PMK No. 136/2024). Sejalan dengan lebih dari 50 negara, Indonesia kini menyiapkan skema insentif baru agar tetap menarik bagi investor.

Risiko Ancaman Trump

Meski kebijakan pajak digital nasional terus diperkuat, ancaman Trump tetap membawa konsekuensi. Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA),  Fajry Akbar, menilai Trump sedang menargetkan dua hal sekaligus, yakni digital service tax (DST) dan global minimum tax (GMT).

“Trump mengancam dua hal yakni DST dan GMT. Untuk DST saya rasa Pemerintah kita tidak akan ke sana, saya yakin komitmen Pemerintah untuk konsisten pada pendekatan multilateral,” ujarnya kepada bisnis.com, Selasa (26/8).

Menurut Fajry, rezim GMT lebih banyak ditujukan untuk menghentikan praktik perang tarif pajak atau race to the bottom yang selama ini terjadi di banyak negara. Bahkan, kesepakatan terakhir G7 di Kanada pada Juni 2025 sempat mengusulkan pengecualian khusus bagi perusahaan asal AS agar tidak terkena pajak minimum global 15%.

Namun, ia menilai hal tersebut belum final. “Selama belum ada kesepakatan dengan negara-negara Inclusive Frameworks, maka Indonesia bisa mengenakan pajak minimum global bagi perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. Tentunya, untuk meminimalisir risiko, Pemerintah kita bisa melakukan korespondensi dengan perwakilan US Treasury,” jelasnya. (KEN) 
 


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.

Integrity & Responsibility

Good Corporate Citizenship

Whistleblowing

Privacy Policy


© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru