Bisa Dinikmati Pekerja Sektor Pariwisata, Fasilitas PPh Pasal 21 DTP Resmi Diperluas
Pemerintah akhirnya merilis ketentuan perluasan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor pariwisata.
Sebelumnya, fasilitas PPh Pasal 21 tersebut hanya berlaku untuk pekerja tertentu di sektor alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta sektor kulit dan barang dari kulit.
Dengan demikian, atas penghasilan yang diperoleh pegawai di sektor-sektor tersebut, selama terkait dengan pekerjaan, tidak akan dipotong pajak. Dengan kata lain, penghasilan mereka alias take home pay yang diterima akan utuh.
Pasalnya, jika seorang pekerja mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP, maka perusahaan akan membayarkan secara langsung insentif tersebut kepada pekerja yang bersangkutan.
Perluasan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 28 Oktober 2025.
Dengan demikian, keberadaan beleid tersebut mengubah aturan sebelumnya tentang PPh Pasal 21 DTP, yaitu PMK Nomor 10 Tahun 2025. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat.
Daftar Industri yang Mendapat Fasilitas PPh Pasal 21 DTP
Dalam aturan tersebut, pemerintah juga merinci nama industri di setiap sektor usaha yang mendapat fasilitas PPh Pasal 21 DTP, berikut perinciannya.
-
Nama industri sektor alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur serta sektor kulit dan barang dari kulit.
- Nama industri sektor pariwisata
Kriteria Pegawai Penerima Insentif PPh Pasal 21 DTP
Pihak yang dapat memanfaatkan fasilitas ini yaitu pegawai tetap tertentu maupun pegawai tidak tetap tertentu, dengan kriteria-kireteria sebagai berikut.
1. Kriteria untuk pegawai tetap, yaitu:
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tercatat di sistem DJP.
- Menerima penghasilan bruto tetap atau teratur maksimal Rp10 juta per bulan.
Adapun yang dimaksud dengan penghasilan tetap atau teratur yaitu berupa gaji, tunjangan, maupun imbalan sejenis yang rutin diterima setiap bulan.
2. Kriteria untuk pegawai tidak tetap, yaitu:
- Memiliki NPWP/NIK yang terdaftar di DJP.
- Menerima upah rata-rata maksimal Rp500.000 per hari atau Rp10 juta per bulan.
- Tidak sedang menerima insentif PPh Pasal 21 DTP lainnya.
Dibayarkan Secara Tunai dan Dibuatkan Bukti Potong
Insentif PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pegawai secara tunai oleh perusahaan atau pemberi kerja. Kemudian, atas pembayaran tersebut perusahaan harus membuat bukti pemotongan.
Insentif Tidak Dianggap Objek Pajak
Seperti ketentuan sebelumnya, atas insentif yang diterima tidak akan dikenai pajak, meskipun menambah penghasilan yang diterima pegawai. Namun, perusahaan tetap wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21.
Kemudian, jika PPh Pasal 21 yang ditanggung ternyata lebih besar dari PPh Pasal 21 terutang, kelebihannya tidak dikembalikan kepada pegawai. Kecuali, jika penerima fasilitas PPh Pasal 21 DTP merupakan pekerja di sektor pariwisata, atas kelebihannya dapat dikembalikan.
Begitu pula jika perusahaan yang memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP dan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 mengalami lebih bayar, kelebihannya tidak dapat dikembalikan maupun dikompensasikan. Kecuali, perusahaan di sektor pariwisata, tetap dapat mengompensasikannya ke masa pajak berikutnya.
Untuk dapat dikompensasikan, perusahaan sektor pariwisata harus membuat kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 DTP dan menyampaikannya ke DJP. Selain itu, perusahaan juga harus melaporkan bukti pemotongan tambahan bagian yang ditanggung pemerintah. (ASP)