Urgensi Simplifikasi Pajak Program Magang
Dwi Novianti Suharsih,
Belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merilis Program Magang Berdampak 2025 untuk mengakselerasi kolaborasi antara institusi pendidikan dan korporasi. Namun, tampaknya pemerintah luput memperhatikan salah satu aspek penting agar program ini berhasil, yaitu aspek pajak.
Lewat Program Magang Berdampak 2025, pemerintah tengah mendorong peran industri dalam menciptakan lulusan perguruan tinggi berkualitas. Sebab, program ini menekankan kegiatan magang sebagai ruang belajar berbasis pengalaman.
Bagi dunia pendidikan, program magang menjadi sarana pembelajaran praktis mahasiswa. Sementara bagi perusahaan, program magang juga menjadi ajang seleksi efektif dalam menguji kemampuan mahasiswa sebelum mendapat tanggung jawab sebagai pegawai penuh.
Selain itu, program magang juga membantu perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, membangun talent pool, sekaligus memperkuat hubungan dengan institusi pendidikan.
Timbal Balik Kegiatan Magang
Seperti lazimnya hubungan industrial, antara perusahaan dan peserta magang juga sering menimbulkan hubungan timbal balik. Selain mendapat pengalaman bekerja, peserta magang juga sering kali memperoleh imbalan berupa uang saku dari perusahaan.
Merujuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020, umumnya uang saku yang diterima peserta magang berupa biaya transportasi, uang makan, dan insentif peserta pemagangan.
Pengelompokan Pegawai
|
Aspek |
Pegawai Tetap |
Pegawai Tidak Tetap |
Peserta Kegiatan |
|
Sifat Penghasilan |
Diterima rutin |
Hanya jika bekerja |
Hanya ketika mengikuti kegiatan |
|
Bentuk Penghasilan |
Seluruh gaji, bonus, tunjangan, imbalan peserta kegiatan, iuran jaminan sosial dan kesehatan, premi asuransi, dll |
Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan upah yang diterima/diperoleh secara bulanan |
Uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan imbalan sejenis yang bersifat utuh dan tidak dipecah |
|
Karakteristik Pekerja |
Kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu dan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut. |
Pekerja lepas |
|
|
Perhitungan |
TER Bulanan dan Tarif Pasal 17 |
TER Harian, Tarif Pasal 17, atau TER Bulanan |
Tarif Pasal 17 |
Kendala Pajak Aktivitas Magang
Terlepas dari beragam keuntungannya, ada satu aspek yang luput dari perhatian pemerintah dalam mengakselerasi program magang, yaitu pajak. Regulasi pajak untuk kegiatan magang selama ini masih menimbulkan catatan, tidak hanya bagi korporasi tetapi juga peserta magang.
Secara umum, peserta magang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan peserta kegiatan. Adapun peserta magang menurut PMK 168 Tahun 2023 termasuk ke dalam kategori peserta kegiatan.
Ada perbedaan krusial antara perlakuan pajak atas penghasilan yang diterima pegawai dan peserta kegiatan/magang.
Untuk pegawai tetap, penghitungan pajak atas penghasilan dihitung menggunakan dua skema. Pertama, menggunakan skema Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk bulanan. Kedua, menggunakan skema tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh untuk PPh tahunan.
Adapun PPh Pasal 21 peserta magang hanya dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh. Namun, meski sama-sama menggunakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh, dasar pengenaan pajak antara penghasilan pegawai tetap/tidak tetap dan magang berbeda.
Jika PPh Pasal 21 pegawai tetap dihitung atas penghasilan kena pajak, maka untuk peserta magang langsung dikenakan terhadap penghasilan bruto. Artinya, berapa pun uang saku yang diterima peserta magang akan dikenakan PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 5%.
Dengan skema ini, ada beberapa konsekuensi yang timbul. Perusahaan yang menggunakan tenaga magang harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPh, berapa pun jumlah penghasilannya.
Sementara bagi peserta magang, harus rela uang sakunya dipotong PPh, meskipun jumlah penghasilan brutonya kecil. Bahkan, bisa jadi lebih kecil dari biaya yang ia keluarkan selama mengikuti program magang.
Tekan Beban Pajak dan Risiko Sengketa
Oleh karenanya, penting bagi pemerintah untuk meninjau kembali ketentuan penghitungan PPh uang saku magang. Salah satunya dengan menerapkan batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebagai threshold, seperti yang berlaku untuk penghasilan pegawai tetap atau tidak tetap.
Selain menjadi stimulus yang dapat meningkatkan keikutsertaan magang, langkah tersebut juga dapat mengurangi beban administrasi perusahaan. Dengan berkurangnya beban administrasi, maka potensi dispute yang timbul di kemudian hari antara otoritas pajak dengan perusahaan juga mengecil.
Semakin kecil potensi dispute, maka beban pengawasan otoritas pajak juga semakin rendah. Apalagi, dengan kecilnya potensi pajak dari penghasilan magang, hal itu tidak sebanding dengan potensi risiko dan beban pajak yang ditimbulkan.
Penting Hindari Risiko
Dengan risiko yang dapat timbul, maka perusahaan penyedia program harus ekstra hati-hati. Beberapa hal yang perlu dilakukan di antaranya memastikan status pegawai bagi peserta magang sudah tepat sesuai dengan sifat penghasilan, bentuk penghasilan yang diterima, dan karakteristik pekerja.
Setelah itu, pastikan PPh Pasal 21 atas peserta magang telah dilaporkan ke Kantor Pajak. Karena jika tidak, hal itu berpotensi menimbulkan pertanyaan dari Kantor Pajak. Terutama jika dilakukan penelitian atau pemeriksaan.
Namun, bila terlanjur lupa dilaporkan, perusahaan dapat melakukan pembetulan SPT PPh Pasal 21 sepanjang pemeriksaan belum dilakukan.
Terakhir, untuk menghindari risiko dispute atau perbedaan pandangan dengan Kantor Pajak, perusahaan harus menyiapkan dokumen pendukung yang memadai. Sehingga, ketika dilakukan pemeriksaan, perusahaan bisa menyampaikan argumentasinya dengan baik. (ASP)
Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.