Regulation Update

Ketentuan Restitusi Pendahuluan Kontrak Investasi Kolektif Diubah



Ketentuan Restitusi Pendahuluan Kontrak Investasi Kolektif Diubah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengubah aturan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pendahuluan atau restitusi pendahuluan kepada wajib pajak berisiko rendah, khususnya wajib pajak kontrak investasi kolektif (Special Purpose Company). Special Purpose Company merupakan perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Dana Real Estat berbentuk kontrak investasi kolektif.

Perubahan dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2025 yang diterbitkan pada 13 Agustus 2025 dan mengubah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025.

Terbitnya beleid yang baru ini karena menurut DJP aturan sebelumnya yaitu PER-6/PJ/2025 dinilai belum cukup mengatur tentang pengembalian pendahuluan untuk Kontrak Investasi Kolektif. Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Pada dasarnya, restitusi pendahuluan dapat diberikan kepada wajib pajak tertentu, wajib pajak persyaratan tertentu atau pengusaha kena pajak berisiko rendah. Pemberian restitusi pendahuluan dilakukan berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh wajib pajak berisiko rendah.

Kriteria PKP Berisiko Rendah

Secara umum, terdapat sepuluh kriteria wajib pajak yang dapat ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah.

  1. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia
  2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
  3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Mitra Utama Kepabeanan
  4. PKP operator ekonomi bersertifikat
  5. Pabrikan/produsen barang kena pajak atau jasa kena pajak dan memiliki tempat produksi
  6. PKP yang mengajukan restitusi maksimal Rp 1 miliar
  7. Pedagang besar farmasi yang memenuhi kriteria
  8. Distributor alat kesehatan yang memenuhi kriteria
  9. Anak usaha BUMN dengan kepemilikan sajham di atas 50%
  10. Kontrak Investasi Kolektif

Poin Perubahan Restitusi Pendahuluan

Permohonan restitusi pendahuluan yang disampaikan oleh wajib pajak berisiko rendah tersebut hanya atas surat pemberitahuan (SPT) atau pembetulan SPT pada masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum maupun sesudah penetapan sebagai wajib pajak tertentu atau berisiko rendah.

1. Ketentuan Pajak Masukan

Adapun perubahan yang dilakukan DJP adalah terkait dengan pajak masukan yang telah dikreditkan dan dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak. 

Dalam beleid yang baru DJP mengatur lebih detil, bahwa pajak masukan tersebut, pertama harus tercantum dalam Faktur Pajak, Dokumen Tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak, serta dokumen tertentu yang dipersamakan dengan pemberitahuan pabean impor dan surat penetapan pembayaran bea masuk, cukai maupun pajak. 

Kriteria Faktur Pajak  yang memuat pajak masukan yang dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, telah dilaporkan di dalam  SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pengusaha kena pajak yang membuat faktur pajak. 

Bila tidak memenuhi kriteria di atas, maka pajak masukan tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam permohonan kelebihan pembayaran pajak. Sementara aturan sebelumnya, tidak mengatur secara spesifik mengenai syarat keharusan pajak masukan dicantumkan dalam faktur pajak dan dokumen-dokumen tersebut. 

2. Tindak Lanjut Permohonan Restitusi Orang Pribadi

Perubahan lain dalam PER-16/PJ/2025 adalah terkait tindak lanjut atas permohonan restitusi pendahuluan yang disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi, selain pegawai negeri sipil dan anggota TNI. 

Khususnya, mengenai permohonan restitusi pendahuluan yang berasal dari SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi tahun pajak 2024 yang lebih bayar. Bila lebih bayar tersebut disebabkan karena kesalahan pencantuman PPh Pasal 21 terutang, maka terhadap permohonan restitusi pendahuluan tersebut DJP akan:

  • Menganggap tidak ada kelebihan pembayaran pajak
  • Tidak diterbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan pembayaran pajak, serta  
  • Permohonan tidak ditindaklanjuti sesuai Pasal 17B Undang-undang Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan (KUP)

Ketentuan pengecualian tersebut berlaku selama memenuhi beberapa kriteria. Pertama, wajib pajak orang pribadi tersebut hanya menerima penghasilan dan bukti potong PPh Pasal 21/26 Formulir 1721-A1. Kedua, tidak ada pengurang penghasilan bruto berupa zakat atau sumbangan keagamaan wajib. Ketiga, PPh Pasal 21 terutang menurut wajib pajak lebih kecil dari PPh terutang menurut buktti potongnya.

Penetapan PKP Berisiko Rendah

Penetapan Kontrak Investasi Kolektif sebagai wajib pajak berisiko rendah dilakukan oleh DJP berdasarkan permohonan wajib pajak maupun secara jabatan. Surat keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah harus dilakukan maksimal 15 hari sejak bukti penerimaan permohonan tersebut.

Namun perlu diperhatikan, penetapan kontrak investasi kolektif sebagai PKP berisiko rendah akan dibatalkan apabila PKP tersebut dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan atau pidana atau dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan tidak menjalankan skema kontrak investasi kolektif. (ASP)


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.

Integrity & Responsibility

Good Corporate Citizenship

Whistleblowing

Privacy Policy


© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru