Simak Tarif Sanksi Bunga dan Imbalan Bunga Pajak Oktober 2025

JAKARTA. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menetapkan besaran sanksi administrasi pajak berupa bunga serta tarif imbalan bunga pajak untuk periode 1–31 Oktober 2025.
Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 7/MK/MF/2025 yang dirilis pada 30 September 2025.
Adapun penetapan ini dilakukan mengacu pada Undang-undang (UU) tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang telah diubah dengan UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)
Secara umum, tarif sanksi bunga untuk periode bulan Oktober ditetapkan lebih rendah dibandingkan periode September 2025, kecuali tarif bunga untuk sanksi pajak Pasal 13 ayat (3b) yang besarannya tetap 2,20%.
Sementara itu, untuk tarif bunga atas sanksi administrasi Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) UU KUP ditetapkan sebesar 0,53%.
Kemudian, terkait Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b), dan Pasal 14 ayat (3) UU KUP ditetapkan sebesar 0,95%.
Terkait Pasal 8 ayat (5) sebesar 1,36%, dan terkait sanksi Pasal 13 ayat (2) serta Pasal 13 ayat (2a) sebesar 1,78%. Sedangkan untuk besaran imbalan bunga bulan Oktober ditetapkan sebesar 0,53%.
Tren Tarif Bunga Sanksi Administrasi dan Imbalan Bunga
Secara detail, berikut perincian besaran tarif bunga untuk sanksi administrasi pajak dan imbalan bunga, beserta tren sepanjang tahun 2025:
Keterangan:
- Pasal 19 ayat (1): Atas kurang bayar pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Kurang Bayar, SKP Kurang Bayar Pajak Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, serta Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
- Pasal 19 ayat (2): Atas kurang bayar pajak karena wajib pajak mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
- Pasal 19 ayat (3): Atas kurang bayar pajak yang diketahui saat wajib pajak menunda penyampaian SPT Tahunan.
- Pasal 8 ayat (2): Atas tambahan utang pajak yang disebabkan pembetulan SPT Tahunan.
- Pasal 8 ayat (2a): Atas tambahan utang pajak yang disebabkan pembetulan SPT Masa.
- Pasal 9 ayat (2a): Atas keterlambatan dalam menyetor pajak setelah jatuh tempo.
- Pasal 9 ayat (2b): Atas keterlambatan pelunasan kurang bayar pajak yang harus diselesaikan sebelum penyerahan SPT PPh.
- Pasal 14 ayat (3): Atas tidak atau kurang bayar PPh dalam tahun berjalan akibat salah tulis atau salah hitung.
- Pasal 8 ayat (5): Atas kurang bayar pajak yang timbul karena pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT.
- Pasal 13 ayat (2): Atas pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan atau karena otoritas pajak secara jabatan menerbitkan NPWP dan mengukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pasal 13 ayat (2a): Atas pelanggaran karena wajib pajak tidak menyerahkan atau mengekspor Barang/Jasa Kena Pajak, serta mengkreditkan Pajak Masukan.
- Pasal 17B ayat (3): Pemerintah terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak (restitusi), yang seharusnya dilakukan maksimal 1 bulan.
- Pasal 17B ayat (4): Pemerintah terlambat menerbitkan SKP Lebih Bayar, yang seharusnya dilakukan maksimal 12 bulan sejak permohonan lengkap.
- Pasal 27B ayat (4): Pemerintah terlambat menerbitkan SKP Lebih Bayar atas permohonan restitusi atau permohonan lainnya, karena proses pemeriksaan bukti permulaan tidak berlanjut atau keputusan pengadilan menyatakan bebas.
Penetapan besaran tarif sanksi administrasi dan imbalan bunga ini akan dilakukan penyesuaian setiap bulan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang terjadi. (ASP)