Cek, Tarif Bunga Sanksi Pajak Periode November 2025
JAKARTA. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan merilis daftar tarif bunga dan tarif imbalan bunga pajak untuk periode November 2025. Tarif bunga yang dimaksud adalah tarif yang menjadi dasar perhitungan sanksi administrasi pajak berupa bunga.
Untuk periode November 2025, besaran tarif bunga dan imbalan bunga tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 8/MK/EF/2025 yang diterbitkan pada tanggal 30 Oktober 2025.
Berdasarkan beleid tersebut dapat diketahui bahwa tarif bunga sanksi administrasi pajak dan imbalan bunga pada bulan November lebih rendah dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.
Untuk tarif bunga atas sanksi administrasi Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) UU KUP pada periode November 2025 ditetapkan sebesar 0,51%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,53%.
Kemudian, untuk tarif bunga terkait Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b), dan Pasal 14 ayat (3) UU KUP ditetapkan sebesar 0,92%, atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,95%.
Sementara itu, tarif bunga terkait Pasal 8 ayat (5) ditetapkan sebesar 1,36%, serta tarif bunga terkait sanksi Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (2a) sebesar 1,78%. Adapun besaran imbal bunga untuk bulan Oktober ditetapkan sebesar 1,34%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 1,36%.
Selanjutnya, tarif bunga untuk sanksi pajak Pasal 13 ayat (3b) ditetapkan sebesar 2,17%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,20%.
Kemudian, tarif imbal bunga ditetapkan sebesar 0,51%, atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,53%.
Perkembangan Tarif Bunga atas Sanksi Pajak
Berikut tren tarif bunga untuk sanksi administrasi dan imbalan bunga pajak sepanjang tahun 2025.
Keterangan:
- Pasal 19 ayat (1): Atas kurang bayar pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Kurang Bayar, SKP Kurang Bayar Pajak Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, serta Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
- Pasal 19 ayat (2): Atas kurang bayar pajak karena wajib pajak mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
- Pasal 19 ayat (3): Atas kurang bayar pajak yang diketahui saat wajib pajak menunda penyampaian SPT Tahunan.
- Pasal 8 ayat (2): Atas tambahan utang pajak yang disebabkan pembetulan SPT Tahunan.
- Pasal 8 ayat (2a): Atas tambahan utang pajak yang disebabkan pembetulan SPT Masa.
- Pasal 9 ayat (2a): Atas keterlambatan dalam menyetor pajak setelah jatuh tempo.
- Pasal 9 ayat (2b): Atas keterlambatan pelunasan kurang bayar pajak yang harus diselesaikan sebelum penyerahan SPT PPh.
- Pasal 14 ayat (3): Atas tidak atau kurang bayar PPh dalam tahun berjalan akibat salah tulis atau salah hitung.
- Pasal 8 ayat (5): Atas kurang bayar pajak yang timbul karena pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT.
- Pasal 13 ayat (2): Atas pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan atau karena otoritas pajak secara jabatan menerbitkan NPWP dan mengukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pasal 13 ayat (2a): Atas pelanggaran karena wajib pajak tidak menyerahkan atau mengekspor Barang/Jasa Kena Pajak, serta mengkreditkan Pajak Masukan.
- Pasal 17B ayat (3): Pemerintah terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak (restitusi), yang seharusnya dilakukan maksimal 1 bulan.
- Pasal 17B ayat (4): Pemerintah terlambat menerbitkan SKP Lebih Bayar, yang seharusnya dilakukan maksimal 12 bulan sejak permohonan lengkap.
- Pasal 27B ayat (4): Pemerintah terlambat menerbitkan SKP Lebih Bayar atas permohonan restitusi atau permohonan lainnya, karena proses pemeriksaan bukti permulaan tidak berlanjut atau keputusan pengadilan menyatakan bebas.