Aturan Larangan Merekam Pertemuan WP-Fiskus Digugat ke MK
JAKARTA. Ketentuan tentang larangan perekaman pertemuan antara Wajib Pajak dan petugas pajak, baik dalam bentuk audio maupun video, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagaimana yang dikutip dari siaran pers Mahkamah Konstitusi, ketentuan yang digugat tersebut yaitu Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pasalnya, ketentuan tersebut selama ini dijadikan alasan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ketika melarang Wajib Pajak maupun kuasa untuk merekam pertemuan.
Padahal, bunyi dari Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) tidak secara eksplisit melarang pendokumentasian. Secara rinci, beleid itu berbunyi:
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bertentangan dengan Konstitusi
Oleh karenanya, pemohon dalam permohonan dengan nomor perkara 211/PUU-XXIII/2025 tersebut meminta MK untuk menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU KUP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang dimaknai melarang Wajib Pajak merekam pertemuan dengan fiskus.
Dalam petitumnya, pemohon juga meminta agar ketentuan tersebut tidak terbatas pada:
- kegiatan klarifikasi SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan)
- Pemeriksaan Lapangan
- Pemeriksaan Bukti Permulaan
- Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP)
- proses keberatan di tingkat Kantor Wilayah DJP, dan
- setiap pertemuan dan/atau komunikasi resmi antara fiskus dan Wajib Pajak/kuasanya yang dilakukan dalam kapasitas hukum dan administrasi perpajakan.
Perkara tersebut kini telah memasuki tahap sidang pemeriksaan yang berlangsung pada Senin (10/11) di Ruang Sidang MK. Selanjutnya, pemohon diminta untuk memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari. (ASP)