News

Fatwa MUI: Tanah dan Bangunan serta Barang Kebutuhan Primer Tak Dikenai Pajak Berulang



Fatwa MUI: Tanah dan Bangunan serta Barang Kebutuhan Primer Tak Dikenai Pajak Berulang

JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta ketentuan perpajakan di Indonesia harus memenuhi asas keadilan. Untuk itu, MUI menetapkan lima fatwa atas pengenaan pajak di Indonesia.

Salah satunya adalah, MUI memfatwakan bumi dan bangunan nonkomersial tidak boleh dikenai pajak berulang. Selain itu, MUI juga memfatwakan barang kebutuhan primer masyarakat tidak boleh dikenai pajak berulang.

Dalam keterangannya, Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI Prof. KH Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan salah satu alasan fatwa tersebut dibuat karena adanya ketidakadilan yang ditimbulkan dari pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Secara rinci berikut adalah lima fatwa yang disampaikan MUI:

  1. Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  2. Dalam hal kekayaan negara tidak cukup untuk membiayai kebutuhan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat maka negara boleh memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas.

b. Objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas.

d. Penetapan pajak harus berdasar pada prinsip keadilan.

e. Pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum (‘ammah).

  1. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak secara syar’i merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah (ulil amri). Oleh karena itu pemerintah wajib mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
  2. Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat (dharuriyat) tidak boleh dibebani pajak secara berulang (double tax).
  3. Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak.
  4. Bumi dan bangunan yang dihuni (nonkomersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang.
  5. Warga negara wajib menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3.
  6. Pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 hukumnya haram.
  7. Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan angka 2 dan 3 (zakat sebagai pengurang pajak).

Respon DJP

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan fatwa yang disampaikan MUI tersebut sudah sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku.

Misalnya, selama ini pemerintah telah memberlakukan batasan atau threshold untuk barang yang dikenai PPN serta telah memberikan pembebasan pajak penghasilan (PPh) untuk UMKM.

Karenanya, sebagaimana dikutip dari bisnis.com, ia yakin fatwa tersebut tidak akan menimbulkan polemik di masyarakat. Namun demikian, Bimo menilai pihaknya perlu memberikan penjelasan kepada MUI terkait hal tersebut. (ASP)


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP

Contact Us

Head Office - Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Branch Office - Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.

Integrity & Responsibility

Good Corporate Citizenship

Whistleblowing

Privacy Policy


© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.
dari server baru