Gunakan Asuransi Asing Untuk Proteksi Bisnis, Begini Hitung Pajaknya

Dalam menjalankan bisnis, seorang pelaku usaha tidak hanya harus memperhitungkan potensi keuntungannya saja, tetapi harus piawai juga menilai risikonya. Terlebih, jika transaksi bisnis dilakukan dengan perusahaan di luar negeri yang mengharuskan kita melakukan pengiriman barang lintas negara bahkan lintas benua.
Apalagi, di tengah kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu risiko bisa datang dari apa saja. Misalnya, risiko kerusakan barang di perjalanan, risiko kehilangan barang, soal dengan keputusan financing seperti kredit hingga tiba-tiba barang tertahan di pelabuhan karena kebijakan impor negara tujuan.
Salah satu aspek krusial untuk memproteksi bisnis dari kerugian adalah dengan menggunakan jasa asuransi. Untuk kerjasama bisnis melibatkan perusahaan di negara berbeda, maka kemungkinan bisa saja kita menggunakan jasa perlindungan dari perusahaan asuransi asing.
Nah, sebelum kamu terpincut dengan tawaran yang diberikan perusahaan asuransi asing tersebut sebaiknya, hitung secara detil untung ruginya, termasuk aspek pajaknya.
Jenis Asuransi Perlindungan Usaha
Merujuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8 Tahun 2024, ada beragam produk asuransi yang lazim digunakan.
1. Asuransi Kerugian
Asuransi ini menawarkan perlindungan atas risiko berupa kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.
2. Asuransi Jiwa
Asuransi ini menawarkan perlindungan atau pertanggungan terhadap risiko berupa meninggal dunia
3. Asuransi Kesehatan
Asuransi ini menawarkan perlindungan terhadap risiko terkait dengan keadaan kesehatan fisik atau menurunnya kondisi kesehatan seseorang yang dipertanggungkan.
4. Asuransi Kecelakaan
Asuransi ini menawarkan perlindungan terhadap risiko kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta karena terjadi kecelakaan.
5. Asuransi Pembiayaan
Asuransi ini menawarkan pertanggungan atas risiko gagal bayar atau tidak terpenuhinya kewajiban finansial debitur kepada kreditur, sesuai kesepakatan.
6. Asuransi Penjaminan
Asuransi ini menawarkan pertanggungan atau penjaminan atas ketidakmampuan seseorang (principal) dalam meemenuhi perjanjian sesuai kesepakatan dengan obligee.
Pengertian Polis dan Premi Asuransi
Sebagai bukti seseorang atau perusahaan mendapatkan perlindungan asuransi adalah dengan memiliki polis. Namun, untuk mendapatkan manfaat perlindungan asuransinya, pemegang polis berkewajiban membayar premi.
Premi merupakan sejumlah uang yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dan disetujui dan harus dibayarkan oleh pemegang polis .
Dalam konteks pajak, atas pembayaran premi oleh perusahaan yang berada di dalam negeri ke perusahaan asuransi asing akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Tarif PPh Premi Asuransi
Berdasarkan Pasal 241 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri terutang PPh pasal 26.
Tarif PPh Pasal 26 atas pembayaran premi tersebut ditetapkan sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto tersebut ditetapkan berbeda, tergantung pihak yang membayar premi.
Jika premi dibayarkan oleh pihak tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang, ditetapkan sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
Jika premi dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang ada di Indonsia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung atau melalui pialang, ditetapkan sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar.
Sedangkan jika premi dibayarkan perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung atau melalui pialang, ditetapkan sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar.
Pemotongan Pajak Premi Asuransi
Selain harus tahu cara menghitung PPh pasal 26 yang terutang, penting juga dipahami pihak yang wajib melakukan pemotongannya. Dalam Pasal 242 PMK Nomor 81 Tahun 2024 diuraikan pihak-pihak yang harus melakukan pemotongan pajak atas premi asuransi.
- Atas pembayaran premi asuransi yang dilakukan tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, PPh pasal 26 dipotong oleh tertanggung.
- Namun, jika pembayaran premi dilakukan perusahaan asuransi dalam negeri, untuk pembayaran yang dilakukan ke perusahaan asuransi di luar negeri, PPh pasal 26 dipotong oleh perusahaan asuransi di dalam negeri.
- Selanjutnya, jika pembayaran premi asuransi dilakukan oleh perusahaan reasuransi, untuk pembayaran premi asuransi yang dilakukan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, PPh Pasal 26 dipotong oleh perusahaan reasuransi.
Kewajiban Administratif Pemotongan PPh 26 Asuransi
Selain harus menghitungn dan memotong, penting juga dipahami hal-hal administratif yang perlu dipahami sesuai pasal 243 PMK Nomor 81 Tahun 2024, berikut di antaranya.
Waktu Terutang PPh Pasal 26
PPh Pasla 26 atas pembayaran premi terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut.
Pembuatan Bukti Potong
Pemotong juga wajib membuat dan menyampaikan bukti pemotongan PPh pasal 26 atas premi asuransi kepada pihak yang dipotong.
Menyetor PPh pasal 26
Setelah dilakukan pemotongan, PPh pasal 26 atas premi asuransi selanjutnya wajib disetor ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maksimal 15 hari sejak tanggal terutang pajak.
Penyetoran PPh Pasal 26 premi asuransi dilkaukan menggunakan surat setoran pajak (SSP) atau sarana administrasi yang dipersamakan dengan SSP.
Melaporkan Pemotongan PPh Pasal 26
Pemotong PPh Pasal 26 premi asuransi juga wajib melaporkannya ke DJP paling lambat 20 hari sejak terutangnya menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh Unifikasi.
Kesimpulan
Penggunaan asuransi asing dapat menjadi langkah strategis bagi pelaku usaha untuk melindungi bisnis dari berbagai risiko lintas negara, seperti kerusakan, kehilangan, maupun kegagalan pembayaran. Namun demikian, setiap pembayaran premi kepada perusahaan asuransi luar negeri memiliki konsekuensi perpajakan yang harus diperhatikan.
Berdasarkan PMK Nomor 81 Tahun 2024, pembayaran premi kepada perusahaan asuransi asing dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif efektif berbeda tergantung pada pihak pembayar. Selain itu, pihak yang melakukan pembayaran wajib memotong, menyetor, dan melaporkan pajak tersebut sesuai ketentuan administrasi perpajakan yang berlaku.
Dengan memahami ketentuan ini, pelaku usaha diharapkan dapat mengelola perlindungan bisnis sekaligus memastikan kepatuhan pajaknya, sehingga manfaat penggunaan asuransi asing tetap optimal tanpa menimbulkan risiko fiskal di kemudian hari. (ASP)