Etanol yang Jadi Campuran BBM, Apakah Kena Cukai?

Pemerintah dikabarkan akan mewajibkan penggunaan etanol sebagai campuran dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 10% (E10). Rencana tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.
Kebijakan ini kemudian memicu perdebatan. Banyak pihak mempertanyakan hal tersebut dengan berbagai alasan. Apalagi, sebelumnya dikabarkan Pertamina juga telah mencampurkan etanol pada BBM jenis Pertamax Green 95 sebesar 5%.
Etanol Barang Kena Cukai
Namun, tahukah kamu bahwa etanol atau senyawa etil alkohol (etanol) merupakan salah satu barang kena cukai? Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 160 Tahun 2023.
Adapun cukai merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah terhadap barang-barang dengan karakteristik tertentu. Pelunasannya dilakukan dengan mengajukan permohonan penyediaan pita cukai ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Merujuk pada beleid ini, etanol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C₂H₅OH, dihasilkan melalui proses peragian maupun penyulingan, berupa cairan jernih dan tidak berwarna.
Aturan tersebut tidak hanya mengatur pengenaan cukai atas etanol, tetapi juga atas Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol (KMEA).
Alasan Pengenaan Cukai
Menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Cukai, suatu barang ditetapkan sebagai barang kena cukai karena memiliki karakteristik tertentu. Beberapa di antaranya yaitu:
- Perlu dilakukan pengendalian konsumsi
- Peredarannya perlu diawasi
- Menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan
- Perlu dilakukan pungutan demi keadilan dan keseimbangan
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah telah menetapkan sejumlah barang sebagai barang kena cukai. Selain etanol, MMEA, dan KMEA, beberapa jenis Barang Kena Cukai (BKC) lainnya adalah hasil tembakau, hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), serta minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Tarif Cukai Etanol
Besaran tarif cukai etanol yang ditetapkan dalam PMK 160/2023 berlaku sama, baik untuk produksi dalam negeri maupun impor, yaitu sebesar Rp20.000 per liter.
Satuan volume ini ditentukan berdasarkan pengukuran pada suhu 20 derajat Celsius.
Tarief Cukai MMEA:
Kadar etanol |
Tarif Cukai |
|
Produksi Dalam Negeri |
Produksi Luar Negeri |
|
5% |
Rp16.500/ liter |
Rp16.500/liter |
>5%≤20% |
Rp42.500/liter |
Rp53.000/liter |
>20%≤50% |
Rp101.000/liter |
Rp152.000/liter |
Tarif Cukai KMEA:
Jenis Konsentrat |
Tarif Cukai |
|
Produksi Dalam Negeri |
Produksi Luar Negeri |
|
Cairan |
Rp228.000/ liter |
Rp228.000/ liter |
Padatan |
Rp1.000/liter |
Rp1.000/liter |
Besaran cukai etanol ini berbeda dengan cukai MMEA dan KMEA. Untuk MMEA, tarifnya ditetapkan berdasarkan kadar etil alkohol dan tempat produksinya. Sementara untuk KMEA, tarif cukainya ditetapkan berdasarkan jenis konsentrat dan tempat produksinya.
Pembebasan Cukai Etanol
Sebetulnya, dalam aturan tersebut tidak dijelaskan secara tegas apakah etanol yang dijadikan campuran BBM juga termasuk dalam kelompok barang kena cukai.
Namun, mengutip Bisnis.com, pada Mei 2025 lalu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar pemerintah membebaskan cukai etanol fuel grade yang digunakan sebagai campuran BBM.
Meski begitu, permintaan tersebut terhambat oleh ketentuan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Saat itu, nomor KBLI untuk BBM masih tumpang tindih dengan KBLI etanol untuk industri makanan dan minuman.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2024, pemerintah sebenarnya telah memberikan pembebasan cukai terhadap etanol dengan syarat sebagai berikut:
- Etanol digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan barang hasil akhir bukan BKC.
- Etanol digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan barang hasil akhir bukan BKC melalui proses produksi terpadu.
- Etanol digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
- Etanol digunakan untuk tujuan sosial seperti pelayanan kesehatan maupun penanggulangan bencana alam
Kesimpulan
Kewajiban pencampuran etanol dalam BBM merupakan langkah pemerintah untuk mendorong transisi energi hijau dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, dari sisi perpajakan, muncul tantangan tersendiri karena etanol masih tergolong barang kena cukai berdasarkan PMK 160/2023.
Kendati demikian, pembebasan cukai bagi etanol fuel grade sejatinya dapat menjadi solusi agar kebijakan energi terbarukan tidak terbebani pungutan tambahan. Dengan demikian, sinergi antara kebijakan fiskal dan kebijakan energi menjadi kunci untuk memastikan implementasi biofuel berjalan efektif tanpa menghambat efisiensi industri energi nasional. (ASP)