Tak Efektif, DJP Akan Beralih dari Tax Enforcement ke Cooperative Compliance
JAKARTA. Dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan beralih dari pendekatan tax enforcement menjadi cooperative compliance.
Dalam pendekatan tax enforcement, otoritas pajak mengedepankan penegakan hukum bagi wajib pajak yang melanggar. Sementara, dalam pendekatan cooperative compliance, wajib pajak didorong untuk membuat manajemen risiko pajak di setiap proses bisnisnya.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan perubahan ini dilakukan karena pendekatan tax enforcement dinilai sudah tidak efektif, mengingat kompleksnya transaksi dan kegiatan ekonomi saat ini.
Selain itu, penggunaan cooperative compliance juga akan menekan jumlah sengketa yang timbul. Dengan demikian, posisi wajib pajak tidak lagi berlawanan dengan DJP, tetapi menjadi mitra.
Hal itu ia sampaikan dalam seminar perpajakan bertema Reinventing Tax Compliance: From Enforcement to Cooperative Compliance di Universitas Indonesia, Senin (17/11).
Pengembangan Tax Control Framework
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menyampaikan bahwa untuk mengimplementasikan pendekatan cooperative compliance, saat ini Kementerian Keuangan tengah mengembangkan Tax Control Framework (TCF).
Fungsi TCF adalah untuk membangun sistem manajemen risiko yang akan digunakan bersama wajib pajak. Nantinya, TCF akan menjadi bagian dari sistem pengendalian internal serta mampu mengelola risiko perpajakan.
“Selama ini pengawasan dilakukan di akhir setelah SPT dibuat. Dengan TCF, pengawasan akan dilakukan sebelumnya sehingga tidak akan ada lagi timbul sengketa,” ujar Iwan, Senin (17/11).
Iwan juga mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sudah menyiapkan prototype TCF. Hanya saja ia tidak dapat menjelaskan secara pasti kapan kebijakan ini akan diluncurkan. (ASP)