DJP Ubah Format Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Lewat Ketentuan PER-11/PJ/2025

Lewat Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 pemerintah mengubah ketentuan pembuatan bukti potong dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
Dengan terbitnya aturan ini, pembuatan bukti potong dan pelaporan SPT Masa dilakukan berbasis teknologi informasi dalam hal ini sistem Coretax. Sebelumnya, ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak dan SPT masa PPh Pasal 21/26 tertuang di dalam Perdirjen Pajak Nomor PER-2/PJ/2024.
Salah satu perubahan dalam aturan terbaru adalah mengenai format bukti potong, baik untuk pemotongan PPh Pasal 21 tidak final/PPh Pasal 26, PPh Pasal 21 final, PPh Pasal 21 bulanan dan PPh Pasal 21 pensiunan atau penerima pensiunan berkala.
Sebelumnya, format bukti potong terdiri dari Formulir 1721-VI, Formulir 1721-VII, Formulir 1721-VIII dan Formulir 1721-A1. Sementara dalam ketentuan baru, format bukti potong terdiri atas Formulir BPA1, Formulir BPA2, Formulir BP21 dan Formulir BP26.
Baca Juga: Mekanisme Pelaporan Pajak Diatur Ulang, 25 Aturan Lama Resmi Tidak Berlaku!
No |
PPh |
Formulir Bukti Potong Baru |
Formulir Bukti Potong Lama |
1 |
PPh Pasal 21 pegawai tetap |
BPA1 |
Formulir 1721-VIII |
2 |
Pensiunan |
BPA1 |
Formulir 1721-A1 |
3 |
PPh Pasal 21 PNS/Anggota TNI/Polri |
BPA2 |
Formulir 1721-A1 |
4 |
PPh Pasal 21 Tidak Final |
BP21 |
Formulir 1721-VI |
5 |
PPh pasal 21 Final |
BP21 |
Formulir 1721-VII |
6 |
PPh Pasal 26/Witholding Slip Article 26 Income Tax |
BP26 |
Formulir 1721-VI |
Media Pembuatan Bukti Potong dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26
Pembuatan bukti potong PPh Pasal 21/26 dilakukan melalui aplikasi e-Bupot yang ada di dalam portal wajib pajak, lamat atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP. Bukti potong tersebut harus ditandatangani menggunakan tanda tangan elektronik.
Sementara di dalam aturan sebelumnya SPT Masa masih dapat dilakukan menggunakan formulir kertas yang telah ditandatangani oleh pemotong pajak dan dibubuhi cap. Bahkan penyampaiannya, masih bisa dilakukan secara langsung ke KPP/KP2KP, melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi/kurir.
Meski demikian, dalam aturan sebelumnya juga disebutkan wajib pajak yang sudah menyampaikan SPT masa secara elektronik, untuk selanjutnya tidak boleh lagi menggunakan formulir kertas.
Pembetulan, Pembatalan dan Penambahan Bukti Potong PPh Pasal 21/26 Diatur
Di dalam PER-11/PJ/2025 juga diatur mengenai pembetulan, pembatalan dan penambahan atas bukti potong PPh pasal 21/26 yang telah diterbitkan. Sementara di aturan sebelumnya tidak diatur secara spesifik.
Pembetulan dimungkinkan jika terjadi kesalahan data identitas, penghasilan, atau pemotongan. Sedangkan pembatalan dilakukan jika bukti potong salah dibuat atau terjadi transaksi yang tidak terealisasi.
Pembetulan dan pembatalan bukti potong PPh Pasal 21/26, dapat dilakukan selama memenuhi syarat sebagai berikut. Pertama, Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, terhadap SPT untuk masa yang bersangkutan.
Jika tidak, maka memenuhi syarat berikutnya, yaitu atas bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 belum diajukan keberatan atau jika sudah diajukan, keberatan tersebut tidak dipertimbangkan atau telah dicabut.
Terkait penambahan bukti potong PPh Pasal 21/26 dapat diajukan oleh pemotong sepanjang Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka pada SPT masa untuk masa bajak terkait.
Selanjutnya, pembetulan, pembatalan dan penambahan bukti potong PPh Pasal 21/26 tersebut dilaporkan ke dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26.
Pembetulan, Pembatalan dan Penambahan SPT Masa PPh Pasal 21/26 Diatur
Wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang telah disampaikan, selama belum dilakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan terhadap SPT Masa tersebut.
Jika pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21/26 mengakibatkan pajak kurang disetor, maka pemotong PPh Pasal 21/26 harus melunasi pajak yang kurang disetor tersebut.
Namun, jika pembetulan mengakibatkan lebih disetor, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Sebagai kesimpulan, ketentuan mengenai pembuatan bukti potong dan SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang diatur di dalam PER-11/PJ/2025 ini menunjukkan upaya otoritas pajak dalam menyelaraskan proses administrasi perpajakan dengan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax.
Karenanya, penting bagi wajib pajak untuk memahami dengan baik ketentuan ini. Mengingat betapa krusialnya ketentuan ini dalam upaya pemenuhan kewajiban perpajakan. Sehingga, wajib pajak bisa terhindar dari risiko administrasi.
PER-11/PJ/2025 menandai dimulainya era baru pelaporan pajak yang lebih modern, terdigitalisasi, dan terpusat pada data realtime yang terhubung lintas jenis pajak dan kewajiban. (ASP)